
Yogyakarta – Liburan ke Yogyakarta rasanya kurang lengkap tanpa liburan ke Pantai Selatan. Tapi tentu kau tahu, ada mitos larangan pakai baju berwarna hijau.
Siapa yang tak kenal dengan Pantai Selatan di Yogyakarta? Pantai yang lekat dengan mitos Ratu Pantai Selatan dan mitos wisatawan berbaju hijau ini menjadi kepingan yang tak terpisahkan dari wisata Yogyakarta.
Saat libur lebaran ibarat ini, Pantai Selatan menjadi salah satu tempat wisata yang ramai dikunjungi. Untuk itu, detikcom mengajak traveler untuk mengenal perihal pantai ini, mitosnya dan arusnya yang mematikan.
Liburan Lebaran Lebaran 1440 Hijrah pada tahun 2018 ini tergelar pada bulan Juni. Bulan Juni yaitu awal dari demam isu angin Tenggara, di mana angin hambar dan kering bergerak dari atas Benua Australia menuju Indonesia ke arah Barat Laut.
Angin ini mempunyai dua probabilitas utama untuk membangkitkan dua fenomena alam di perairan sepanjang selatan Jawa.
“Fenomena pertama yaitu gelombang yang menjalar mengarah tegak lurus ke pantai, dan fenomena kedua yaitu umbulan massa air bahari dari lapisan dalam menuju ke lapisan permukaan yang lebih dikenal sebagai Upwelling. Fenomena-fenomena tersebut ada yang berdampak konkret dan negatif bagi masyarakat,” ujar Widodo Pranowo, Peneliti Madya Bidang Oseanografi Terapan, Pusat Riset Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, kepada detikcom, Minggu (9/6/2019).
Fenomena upwelling, seringkali mengangkat massa air dari lapisan dalam ke lapisan permukaan laut. Pengangkatan massa air ini kaya akan nutrien dan mineral.
![]() |
Berbicara perihal potensi efek negatif, maka hal ini yang patut diwaspadai oleh masyarakat, terutama bagi wisatawan yang berkunjung ke pantai selatan Jawa.
“Gelombang yang tiba tegak lurus menuju ke pantai. Ketika menghantam dua gundukan pasir dan atau dua gundukan karang yang mengapit sebuah alur yang lebih dalam, akan menghasilkan arus balik meninggalkan pantai menuju ke bahari lepas dengan kecepatan sekitar 20 meter per detik,” terang Widodo.
Arus yang mematikan ini sering disebut sebagai RIP (Rest in Peace) Current. Arus ini dapat menggerus pasir yang dipijak oleh wisatawan yang berada di daerah bibir pantai tersebut. Area gelombang pecah biasanya lebih hening dibandingkan dengan gundukan pasir atau tumpukan karang.
“Arus yang kencang ini sering menyeret wisatawan yang tidak siap, dalam 5 detik seseorang akan terseret sampai 100 meter ke lepas pantai,” kata Widodo.
![]() |
Kekuatan RIP Current ini bervariasi. Manakala kekuatannya cukup tinggi maka akan semakin menyeret korban begitu jauh ke lepas pantai atau tengah lautan. Kasus yang sering terjadi yaitu korban gres muncul ditemukan beberapa jam sampai beberapa hari kemudian.
BACA JUGA: Penampakan Bikin Heboh: Itu Malaikat, Hantu Atau UFO?
Beberapa kasus yang terjadi, korban tidak ditemukan jasadnya sama sekali. Hal ini kemungkinannya tersangkut oleh cerukan karang di dasar laut, sehingga jasad korban tidak dapat muncul kembali ke permukaan ketika RIP Current melemah.
Lantas apa hubungannya dengan mitos korban biasanya wisatawan yang berbaju hijau. Mitos adanya ‘penculikan’ Ratu Pantai Selatan seringkali dikaitkan. Padahal ada alasan logis mengenai hal tersebut.
“Apabila ingin turun berenang, carilah area yang lebih aman, dan gunakan kostum yang berwarna cerah, ibarat jingga atau merah muda. Hindari kostum berwarna hijau. Karena apabila kau terseret arus atau karam akan sulit dicari. Baju berwarna hijau akan menyatu dengan warna air laut,” papar Widodo.
Jadi, wisatawan dihentikan memakai baju berwarna hijau alasannya kondisi Pantai Selatan yang mempunyai arus RIP. Baju berwarna cerah akan menolong jikalau traveler terseret arus ini ketika sedang berenang.
Simak Juga ‘Keindahan Alam Pantai Selatan Jawa Goda Mata Pemudik’:
Sumber detik.com